Orang bugis secara turun temurun
sebelum meninggalkan tanah Bugis, orangtua membekali segenggam tanah
yang diambil di belakang rumah, begitu sampai ditempat perantauan, tanah
tersebut disebar dan disatukan dengan tanah tempat ditinggali, artinya
bahwa orang bugis menyatukan dua tanah yang menghasilkan sandang, pangan
dan papan yang melekat dan mengalir dalam tubuhnya yang diambil dari
saripati tempatnya dia pijak.
Kalau pepatah dimana bumi dipijak
disitu langit dijunjung kadang hanyalah sebatas ungkapan atau lips
service belaka, maka kalau orang Bugis falsafah dan spirit air, dimana
dia berada jadilah air yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi lingkungan
sekitar, tapi juga ada batasan dan rambu-rambu yang menjadi komitmen
moril, aja mupakasiri’i
Petuah Moyang tentang air yaitu :
“ de gaga-tu akkatenningetta ri
tengana tasi’e saliwenna puangallata’ala yakkitenning, jaji maresopi
limbang tasi na tollettu ri pottanang-e “
Kalau sudah di tengah laut (air)
tidak ada pegangan kita selain berserah diri (tawakkal), Allah yang kita
pegang (yang memberi keselamatan, rezeki dan lain-lainnya), jadi perlu
perjuangan untuk bisa sampai dan bertemu dengan daratan
Makna di balik itu sangat jelas
bagi perantau Bugis bahwa kalau mau hidup dan bisa bertahan hidup maka
peganglah filosofi tersebut sebagai spirit dalam berjuang mengarungi
dunia ini sehingga cita-cita dan harapan untuk mnghidupi keluarga secara
layak bahkan menjadi saudagar yang sering kita dengar selama ini.
Semoga Bermanfaat ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar